PERTEMUAN WIJI THUKUL
Air mata tiba-tiba memburam menatapmu.
Sembunyi dalam kata-kata hitam.
Dan kata-kataku jadi sunyi di bibirmu.
–Ah, enyahlah darah di peraduan.
Bisikku sendiri.
Maghrib tak puas-puas mendarahi matahari.
Luka menuang malam dengan warna-warni nestapa
Bahkan gemerlapan penuh tusukan.
Alangkah indah derita.
Teriak kentutmu.
Tak usah tunduk, katamu tak jelas
berkelanalah padaku.
Kakiku perlu kawan melangkah.
Bukan karena lapar
Hidup perlu bergerak
Melawan.
Kata-kata memburu masa.
Berontak dari sepinya sendiri.
Mulut mengecap darah.
(Kenyataan menuding-nuding mulut kita.)
Hidup membakar darahmu.
Matimu sembunyikan kuburnya sendiri.
Air mata tiba-tiba memburam menatapmu.
Sembunyi dalam kata-kata hitam.
Dan kata-kataku jadi sunyi di bibirmu.
–Ah, enyahlah darah di peraduan.
Bisikku sendiri.
Maghrib tak puas-puas mendarahi matahari.
Luka menuang malam dengan warna-warni nestapa
Bahkan gemerlapan penuh tusukan.
Alangkah indah derita.
Teriak kentutmu.
Tak usah tunduk, katamu tak jelas
berkelanalah padaku.
Kakiku perlu kawan melangkah.
Bukan karena lapar
Hidup perlu bergerak
Melawan.
Kata-kata memburu masa.
Berontak dari sepinya sendiri.
Mulut mengecap darah.
(Kenyataan menuding-nuding mulut kita.)
Hidup membakar darahmu.
Matimu sembunyikan kuburnya sendiri.
Komentar
Posting Komentar